Kamis, 16 Juli 2020

TEORI BILANGAN (Faktorisasi tunggal)

Teorema faktorisasi tunggal :
1.      Teorema 4.5 Jika p suatu bilangan prima dan p│ab, maka p│a atau p│b
2.      Teorema 4.6 Pemfaktoran suatu bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 atas faktor-faktor prima adalah tunggal, kecuali urutan dari faktor-faktornya.
3.      Teorema 4.7 Banyaknya bilangan prima adalah tak berhingga.
4.      Teorema 4.8 Dalam suatu barisan bilangan prima, jika pn menyatakan bilangan prima ke-n, maka pn ≤ 22n-1
suatu kelipatan persekutuan dari dua bilangan bulat tidak nol a dan b,maka KPK dari a dan b membagi c yaitu (a,b) | c
Jika c > 0,maka (ca,cb) = c (a,b)

adapun vidio di bawah ini untuk menambah pemahaman kalian tentang faktorisasi tunggal

sumber :
catatan perkuliahan teori bilangan Universitas Muhammadiyah prof. Dr. Hamka





TEORI BILANGAN (Kekongruenan)

Konsep dan sifat keterbagian dapat dipelajari secara lebih mendalam dengan relasi kekongruenan. Dengan menggunakan konsep kekongruenan, kita data menelaah sifat keterbagian secara luas dan mendalam sehingga lebih Nampak manfaatnya kekongruenan dan sifatnya diperlukan juga penguasaan konsep dan sifat keterbagian. Pengkongruenan linear yaitu kalimat terbuka yang melibatkan relasi kekongruenan.

Definisi 7.1
Jika m suatu bilangan positif maka a kongruen dengan b modulo m (ditulis a ≡ b (mod m)) jika dan hanya jika m membagi (a-b) atau ditulis m (a-b). jika m tidak membagi (a-b) mak dikatakan a tidak kongruen dengan b modulo m (ditulis a b(mod m)).
Contoh 7.1.
a.       8 ≡ 4 (mod 2) sebab 2│(8-4) atau 2│4.
b.      14 ≡ -7 (mod 3) sebab 3│(14- (-7)) atau 3│21.
c.       -10 ≡ 20 (mod 5) sebab 5│(-10-20) atau 5│-30.
d.      12  6 (mod 4) sebab 4 (12-6) atau 4 6.
e.        -2 (mod 3) sebab 3  8 (-2) atau 3  10.
Teorema 7.1
Setiap bilangan bulat kongruen modulo m dengan tepat satu di antara 0, 1, 2, 3, …, (m-1).
Bukti:
a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika ada bilangan bulat k sehingga a = mk +b. Jika a dan m bilangan bulat dan m > 0, maka a  dinyatakan sebagai a = mq + r dengan 0≤ r < m. Ini berarti bahwa a –r = mq, yaitu a ≡ r (mod m). karena 0≤ r < m, maka ada m buah pilihan untuk r, yaitu 0, 1, 2, 3,…, (m-1). Jadi, setiap bilangan bulat akan kongruen modulo m dengan tepat satu diantara 0, 1, 2, 3, …, (m-1).
Definisi 7.2.
Pada a ≡ r (mod m) dengan 0 ≤ r < m, r disebut sisaan terkecil dari a modulo m. untuk kkekongruenan ini, {0, 1, 2, 3, …, (m-1)} disebut himpunan sisaan positif terkecil modulo m.
Contoh 7.3.
a.       12 ≡ 2 (mod 5) karena 2 adalah sisaan terkecil dari 12 modulo 5.
b.      71 ≡ 1 (mod 2) karena 1  adalah sisaan terkecil dari 71 modulo 2.
c.       71 ≡ 2 (mod 3) karena 2 adalah sisaan terkecil dari 71 modulo 3.
d.      34 ≡ 4 (mod 5) karena 4 adalah sisaan terkecil dari 34 modulo 5.
Teorema 7.2.
a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m.
Bukti:
Akan dibuktikan bahwa jika a ≡ b (mod m) maka a dan b memiliki sisa yang sama jika dibagi m. Andaikan a ≡ b (mod m) maka a ≡ r (mod m) dan b ≡ r (mod m) dengan r adalah sisaan terkecil modulo m atau 0 ≤  r < m. Karena a ≡ r (mod m) berarti a = mq +r untuk suatu q. Demikian juga, b ≡ r (mod m) berarti b = mq + r untuk suatu t. Ini berarti a dan b memiliki sisa yang sama yaitu r jika dibagi m. 
contoh:
10 ≡ (mod 4) mempunyai arti yang sama dengan 10 = 4k +  2 untuk suatu bilangan bulat k = 2 dan 10 dibagi 4 bersisia 2.
  Definisi 7.3.
Himpunan bilangan bulat  disebut system sisaan lengkap modulo m jika dan hanya jika setiap bilangan bulat adalah kongruen modulo m dengan satu dan hanya satu diantara  .
Contoh:
a.       {45, -9, 12, -22, 24} adalah suatu system sisaan lengkap modulo 5 karena 45 ≡ 0 (mod 5), -9 ≡ 1 (mod 5), 12≡ 2 (mod 5), -22 ≡ 3 (mod 5),  dan 24 ≡ 4 (mod 5).
b.      {0, 1, 2, 3, 4} juga merupakan  suatu system sissan langkap modulo 5, sekaligus sebagai himpunan sisaan terkecil modulo 5.
Kekongruenan modulo suatu bilangan bulat positif adalah memadankan suatu bilangan bulat a dengan suatu bilangan bulat lain b, karena merupakan pemadanan, maka kekongruenan  modulo merupakan suatu relasi. Suatu relasi R disebut relasi ekuivalensi atas suatu himpunan bilangan A jika relasi itu memiliki sifat refleksi, sifat simetris dan sifat transitif.
1.      Sifat refleksif: aRa, suatu bilangan a memiliki relasi R terhadap bilangan a itu sendiri.
2.      Sifat simetris: aRb jika dan hanya jika bRa.
3.      Sifat transitef: aRb dan bRc berakibat aRc.
Teorema 7.3.

Untuk m bilangan bulat positif dan a, b, dan c bilangan bulat berlaku :
(1)   Sifat refleksif : a≡ a (mod m)
(2)   Sifat simetris: a ≡ b (mod m) jika dan hanya jika b ≡ a (mod m).
(3)   Sifat transitif: jika a ≡ b (mod m) dan b ≡ c (mod m) maka a ≡ c(mod m).
Bukti:
(1)   Karena m │0 maka m│(a-a), sehingga menurut Definisi 7.1. a ≡ a (mod m).
(2)   Jika a ≡ b(mod m) maka menurut Definiisi 7.1. m│(a-b). Menurut definisi keterbagian m│(a-b) berarti ada t  Z. sedemikian sehingga a-b = mt  b –a = m(-t) dengan –t  Z, sehingga sesuai dengan definisi keterbagian diperoleh m│(b-a). Karena m│(b-a) maka b ≡ a(mod m).
(3)   Jika a ≡ b(mod m) dan b ≡ c (mod m), maka menurut Definiisi 7.1. m│(a-b) dan m│{(a-b)+(b-c)} atau m│(a-c), sehingga a ≡ c (mod m).


Adapun vidio di bawah ini yang membantu kalian memahami konsep kekongruenan

sumber 
catatan perkuliahan mata pelajaran teori bilangan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka


Selasa, 30 Juni 2020

GEOMETRI EUCLID (proposisi 6)

"jika dua sudut dalam sebuah segitiga besarnya sama, maka sisi-sisi yang berhadapan degan sudut tersebut panjangnya juga sama"

untuk menambah pemahaman kalian. Adapun langkah langkah pembuktian proposisi 6 sesuai vidio di bawah ini



Sumber :
catatan perkuliahan mata pelajaran geometri euclid Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

GEOMETRI EUCLID (proposisi 5)

''dalam segitiga sama kaki sudut-sudut alas besarnya sama dan jika kedua kakinya di perpanjang maka sudut-sudut di bawah alas juga sama besar"





sumber :
catatan perkuliahan mata pelajaran Geometri Euclid Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Kamis, 25 Juni 2020

TEORI BILANGAN (induksi matematik)

induksi matematik merupakan salah satu argumentasi pembuktian suatu teorema atau pernyataan matematika yang semesta pembicaraannya himpunan bilangan bulat atau lebih khusus himpunan bilangan asli. Perhatikan contoh pernyataan-pernyataan matematik berikut ini. 

Contoh 1: 1 1 + 2 + 3 + ... + n = 1/2 n (n + 1)  , untuk setiap bilangan asli n. 

Benarkah pernyataan ini? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat mencoba dengan mensubstitusikan n dalam pernyataan itu dengan sembarang bilangan asli. 

Apabila n = 1 maka pernyataan itu menjadi 1 = 1/2. 1(1 + 1), atau 1 = 1  , yaitu diperoleh suatu pernyataan yang benar. 

Apabila n = 2 maka pernyataan itu menjadi 1 + 2 =1/2 . 2(2 + 1), atau 3 = 3  , yaitu diperoleh suatu pernyataan yang benar. 

Apabila n = 3 maka pernyataan itu menjadi 1 + 2 + 3 =1/2 . 3(3 + 1), atau 6 = 6  , yaitu suatu pernyataan yang benar pula. 

Lalu bagaimana cara membuktikan pernyataan tersebut? Salah satu caranya ialah memandang ruas pertama dari pernyataan itu sebagai deret aritmetika dengan suku pertama a = 1, bedanya b = 1, suku terakhirnya ialah Un = n dan memiliki n buah suku. Maka, jumlah deret itu adalah 

Sn    =1/2 n (a + Un ) 2 1 

        = 1/2 n (1 + n)  

        = 1/2 n (n + 1), yaitu ruas kedua dari pernyataan yang dibuktikan. 

Cara lain untuk membuktikan pernyataan itu adalah dengan induksi matematik. Langkah-langkah pembuktian dengan induksi matematik adalah sebagai berikut. Misalkan, p(n) adalah suatu proposisi yang akan dibuktikan benar untuk setiap bilangan asli n. Langkah-langkah pembuktiannya dengan induksi matematik sebagai berikut: Langkah (1) : Ditunjukkan bahwa p(l) benar. Langkah (2) : Diasumsikan bahwa p(k) benar untuk suatu bilangan asli k dan ditunjukkan bahwa p(k+1) benar. Jika langkah-langkah (1) dan (2) berhasil ditunjukkan kebenarannya maka selanjutnya disimpulkan bahwa p(n) benar untuk setiap bilangan asli n. Mengapa demikian? Langkah (1), yaitu p(l) benar, dan karena langkah (2) maka p(2) benar pula. Selanjutnya karena p(2) benar, menurut langkah (2) maka p(3) benar pula. Dan menurut langkah (2) lagi maka p(4) benar pula, dan seterusnya sehingga p(n) benar untuk setiap bilangan asli n. Langkah (1) di atas sering disebut basis (dasar) induksi, dan langkah (2) disebut langkah induksi.


untuk memperdalam pemahaman mengenai induksi matematik di bawah ini telah di sediakan vidio pembelajaran dengan tujuan menambah pengetahuan


sumber :
catatan perkuliahan mata pelajaran teori bilangan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

GEOMETRI EUCLID (definisi pada lingkaran)

  1. Lingkaran yang sama adalah (lingkaran) yang diameternya sama, atau yang (jarak) dari pusat (keliling) sama (yaitu, yang jari-jarinya sama).
  2. Garis lurus yang dikatakan menyentuh sebuah lingkaran adalah sembarang garis lurus yang menghasilkan lingkaran, tidak memotong lingkaran.
  3. Lingkaran yang dikatakan saling menyentuh adalah setiap lingkaran yang, saling bertemu, tidak memotong satu sama lain.
  4. Dalam sebuah lingkaran, garis-garis lurus dikatakan sama-sama jauh dari pusat ketika garis tegak lurus yang ditarik dari tengah sama.
  5. Dan (garis lurus itu) dikatakan lebih jauh (dari pusat) tempat jatuh tegak lurus yang lebih besar (dari pusat).
  6. Segmen lingkaran adalah sosok yang terkandung oleh garis lurus dan keliling lingkaran.
  7. Dan sudut segmen adalah yang berisi garis-lurus dan keliling lingkaran.
  8. Dan sudut dalam suatu ruas adalah sudut yang terkandung oleh garis lurus yang digabungkan, ketika titik diambil pada keliling ruas, dan garis lurus digabungkan dari itu ke ujung garis lurus yang merupakan dasar dari segmennya.
  9. Dan ketika garis-garis lurus yang mengandung sudut memotong beberapa keliling, sudut dikatakan berdiri di atasnya (keliling).




sumber :
catatan perkuliahan mata pelajaran Geometri Euclid Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Jumat, 12 Juni 2020

GEOMETRI EUCLID (Titik, Garis, Sudut)

TITIK
  • titik di simbolkan dengan noktah "."
  • disimbolkan dengan huruf kapital, ex: .A, .B, .C
  • titik itu tempat kedudukannya tunggal
  • titik adalah tempat kedudukan suatu objek
  • titik adalah bengun geometri yang tidak memiliki panjang dan lebar serta dimensinya nol
GARIS
  • garis adalah bangun geometri yang hanya memiliki panjang tidak memiliki lebar
  • garis terbagi mejadi dua yaitu garis lurus dan garis lengkung 
  • di simbolkan dengan huruf kecil
  • ada macam-macam garis, yaitu : segmen garis adalah garis yang di batasi oleh 2 titik, garis yang melalui titik A dan B, sinar / vektor
SUDUT
  • titik sudut
  • pojok/ area sekitar sudut
  • besar sudut



sumber :
catatan perkuliahan mata pelajaran Geometri Euclid Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

TEORI BILANGAN (Faktorisasi tunggal)

Teorema faktorisasi tunggal : 1.        Teorema 4.5 Jika p suatu bilangan prima dan p│ab, maka p│a atau p│b 2.        Teorema 4.6 Pemfaktora...